BATU NISAN ITU BERNAMA “IDENTITAS†Problem “Refleksivitas†dalam Pemikiran filsafat “Post-Modernisme†terhadap masyarakat multikultural
DOI:
https://doi.org/10.33153/bri.v7i2.1603Abstract
Post-Modern merupakan fenomena baru yang berkembang di dunia belahan barat. Sekelompok filosuf Perancis yang terlibat dalam upaya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran, makna dan subyektivitas: Foucault, Derrida, lyotard, Lacan dan Deleuze. Kaum Post-Strukturalis dan akhir-akhir ini sering disebut sebagai pemikir post-modernis mengajukan gugatan dan menentang pandangan dunia universal yang menyeluruh, tunggal dan mencakup; baik yang bercorak politik, religius maupun sosial seperti marxisme, kristianitas, kapitalisme, demokrasi liberal, humanisme, islam, fiminisme dan sains modern.Kaum post-modern juga mempertanyakan gagasan tentang kemajuan (progress) serta keunggulan masa kini atas masa lampau. Mereka tidak mengakui adanya batas yang tegas antara ilmu alam, humaniora, ilmu sosial, seni dan sastra, antara budaya dan kehidupan, fiksi dan teori, citra dan realitas. Mereka juga menolak gaya ‘discourse’ akademis yang konvensional (pemikiran modern). Penilaian yang negatif ini berasal dari kesalahan memposisikan pemikiran tradisi filsafat Barat secara umum. Pertama, pemikiran pukul-rata dan dimasukan ke dalam satu kotak dengan sesuatu yang jamak disebut “post-modernismeâ€. Kedua yaitu Dengan menyamaratakan dekonstruksi dengan post-modernisme, orang-orang cenderung memberikan label nihilis, relativis dan anarkis terhadap dekonstruksi. Ruang Fleksibilitas: mediasi musikal dalam konsep post-modernitas merupakan ruang inter-refleksitas terhadap masyarakat multikultur. Apabila di dalam konsep modern dalam mediasi kesenian terikat oleh konvensi-konvensi yang beku maka di dalam pemikiran pos-modern secara konsepsi kembali ke konteknya walau dalam situasi yang berbeda oleh pranata sosial masyarakat Kunci: modern, dekontruksi, post-modern, ruang fleksibelitasDownloads
References
Kulterman, Udo (1971), Art-Event
and Happening, Manthews
Miller Dunbar, London
Davis, Douglas (1977), Artculture,
Essays on the post modern,
Harper & Row, New York
Hood, Mantle, 1958. Javanese Gamelan in The World of Music;
Yogyakarta. Kedaulat an
Rakyat.
Daniel Bell (1973). The Comming
of Post-Industrial Sosiety.
Yustiono (1994), “Seni Rupa
Kontemporer Indonesia dan
Gelombang Post-Modernismâ€
Makalah Diskusi, Bandung:
Institut Teknologie Bandung
Koentjaraningrat, (1980), Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Aksara Baru.
Kramer, Hilton (1974) The Age of
Avant Garde, Secker &
Warbung, London
Rosenberf, Harolld (, 1966). The
Anxious Obyect, Coliers Book
Rodolphe Gasché, The Tain of the
Mirror: Derrida and the
Philosophy of Reflection
(Cambridge: Harvard
Lih. Vincent Descombes,
,Modern French
Philosophy (Cambridge:
Cambridge University
Press).
Martin Suryajaya 2007, “Derrida
dan Metafisika
Kebenaran:Sekilas Pandang Proyek Umum
Dekonstruksi†Jakarta
Jacques Derrida, 1978, Freud and
the Scene of Writing dalam
Writing and Difference
(Chicago: The University of
Chicago Press), University
Press), 1986.
Wheeler, Fleming (1980.), Art Since
Mid Century, The
Vendeme Press, New
York.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Author continues to retain the copyright if the article is published in this journal. The publisher will only need publishing rights