Keindahan Religius Kematian Gathotkaca

Authors

  • YB. Rahno Triyogo Institut Seni Indonesia Surakarta

Abstract

Gathotkaca merupakan salah seorang tokoh Mahabarata yang gugur secara mengerikan. Kengeriannya jika dilihat dari sudut karya seni dapat menghasilkan keindahan religius, yaitu keindahan yang menyentuh batin yang terhubung dengan Yang Ilahi. Oleh karena berhubungan dengan Yang Ilahi maka aspek moral menjadi priyoritas pembicaraan dan dasar pendekatannya.Dengan cara apa, kapan, dan bagaimana Gathotkaca akan mati dapat dilihat dari kisah kelahirannya, dan karma yang harus diterima setelah melakukan pembunuhan terhadap Kala Bendana, pamannya. Dari dua peristiwa tersebut tampak bayangan mengenai kapan, bagaimana, dan dengan cara apa ia akan mati.Kematian Gathotkaca merupakan bagian dari rancangan dewa. Gathotkaca menyadari bahwa ia harus mati sesuai dengan rancangan dewa menjadi korban senjata sakti Kuntadruwasa milik Karna supaya Pandawa memperoleh kemenangan dalam Baratayuda. Dengan lepasnya Kuntadruwasa maka Karna tidak akan dapat membunuh Arjuna lawan yang paling diinginkan, karena sesungguhnya senjata Kuntadruwasa dipersiapkan secara khusus hanya untuk membunuh Arjuna. Karena ketaatannya pada Kresna sebagai awatara Wisnu, ia menerima rancangan dewa tersebut tanpa syarat. Dengan mati sebagai martir ia berkeyakinan akan memperoleh kedamaian abadi karena ia tahu bahwa Kresna merupakan awatara Wisnu yang memegang kunci surga.Artikel ini ditulis dengan tujuan menguraikan kisah kematian Gathotkaca yang mengerikan tetapi indah. Keindahan kematian Gathotkaca dapat disebut sebagai keindahan religius.Hasil kajian artikel ini bahwa Gathotkaca merupakan salah seorang tokoh yang mengetahui bahwa saat kematiannya telah tiba. Sehubungan dengan hal itu ia menyerahkan segala sesuatu yang akan menimpa dirinya kepada Kresna sebagai Awatara Wisnu. Ia berserah dan berharap hanya kepada Kresna karena ia tahu bahwa Kresna adalah pemegang kunci surga.

References

Agus M. Hardjana. 2005. Religiusitas. Agama & Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius.

Atmosuwito, Subijantoro. 1989. Perihal Sastra Dan Religiusitas Dalam Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Baal, J van. 1988 Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya II. Jakarta: Gramedia.

Braginsky. 1994. Erti Keindahan dan Keindahan Erti Dalam Kesusastraan Melayu Klasik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Budi Darma. 1982“Moral Dalam Sastra” dalam Budaya Sastra. Andy Zoelton (ed). Jakarta: Rajawali.

Darmono, Sapardi Djoko. 1994. “Segi Hiburan Dalam Seni Populer” dalam Horison No. 06 Th. XXVII edisi Juni 1994

Dojosantoso. 1986. Unsur Religius Dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu.

Esten, Mursal. 1982. Kesusastraan, Pengantar Teori & Sejarah. Bandung: Angkasa.

Harsojo. 1966. Pengantar Antropologi. Bandung : Binatjipta

Liang Gie, The. 1997. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna.

Mangunwijaya, YB. 1982. Sastra Dan Religiusitas. Jakarta: Sinar Harapan

Poerwadarminta W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: JB. Wolter Uitgeven Maatschappij

Preminger, Alex dkk. 1974 Princenton Encyclopedia of Poetry and Poetics. New Jersey: Princeton University Press.

Rendra. 1984. ‘Proses Kreatifitas Saya’ dalam Duapuluh Sastrawan Bicara. Seri Esni No 8. Jakarta: Sinarharapan.

Riffaterre, Michael

Semiotic of Poetry. Bloomington: Indiana University Press.

Rahno Triyogo 2001. Hubungan Interteks Dalam Banjaran Gathotkaca Karya Ki Nartosabdo. Tesis S2 Pascasarjana Universotas Gadjah Mada, Yogyakaarta.

Santosa, Puji 1993 Ancangan Semiotika Dan Pengkajian Susastra. Bandung Angkasa

Sachari, Agus. 1989. Estetika Terapan. Bandung: Nova.

Sutrisno, Mudji dan Christ Verhaak. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius.

Wiryamartana, Kuntara. 1982. “Puisi Jawa Kuno: Penciptaan Dan Kaidah Estetikanya” dalam Basis Th. XXXI No. l.

Downloads

Published

2022-03-28

Issue

Section

Articles