Kesenian senjang antara tradisi dalam arus globalisasi sebagai media propaganda
DOI:
https://doi.org/10.33153/dewaruci.v13i2.2510Keywords:
Senjang, pantun, instrumen, propaganda, Slang, rhyme, instrumentAbstract
Penelitian ini difokuskan bentuk kesenian Senjang secara tekstual berdasarkan periodisasi zaman, keberadaan dan fungsi kesenian Senjang secara kontekstual dan kesenian Senjang mampu eksis sampai dengan saat ini. Senjang merupakan sastra lisan yang berbentuk pantun bersahut biasanya ditampilkan berpasangan dan disertai instrumen musik. Namun instrumen musik yang dimaksud bukan berfungsi sebagai musik pengiring seperti pada umumnya suatu lagu, tetapi instrumen musik Senjang berfungsi sebagai intro, interlude, atau coda yang dimainkan secara berulang ulang dengan melodi yang sama. Artinya saat syair pantun dilantunkan oleh pe-Senjang, musik instrumen diam, dan saat musik instrumen berbunyi pe-Senjang diam. Inilah bentuk yang khas dari kesenian Senjang. Metode yangdigunakan adalah kualitatif interpretatif dalam menganalisis keberlangsungan Senjang yang mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya. Senjang yang pada awal keberadaannya tanpa instrumen musik, terus bergerak dan berkembang mengikuti arus zaman sampai pada era saat ini menggunakan keyboard. Fungsi Senjang dimanfaatkan sebagai media propaganda bagi penguasa, terbukti dari bentuk syair pantunnya berisi tentang pujian dan sanjungan dari pesanan pengguna jasa. Senjang masih eksis dan memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin.
ABSTRACT
This study discusses the form of a textual gap based on the periodization of the times, discusses and functions of Senjang with contextual and artistic aspects of Senjang able to exist today. Slang is an oral literature consisting of friendly rhymes, usually free of pairs, and releasing musical instruments. However, the musical instruments that are issued are not as musical accompaniment in general, but Senjang musical instruments are used as intro, interlude, or coda which is played repeatedly with the same melody. Regarding when the poem is sung by the artist, the musical instrument is silent, and the musical instrument when the sound is silent. This is a typical form of Senjang art. The method used is interpretive qualitative in analyzing the continuity of the Senate that corrects changes in both form and function. The slang which initially began without musical instruments, continued to move and develop following the era until the present time using the keyboard. The function of the Senjang is used as a media for propaganda for the authorities, as evidenced by the form of the poetry of the poem which contains praise and flattery from the orders of service users. The gap still exists and has a separate place in the hearts of the people of Musi Banyuasin Regency.
Downloads
References
Boskoff, Alvin, “Recent Theories of Social Change” dalam Werner J. Chanman dan Alvin Boskoff (ed), Sociology and History: Theory and Research. London: The Free Press of Glencoe. 1964.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan, Direktori Kesenian Sumatera Selatan, Palembang, Sumatera Selatan. 2006
G. Tan, Melly, Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.
Hauser, Arnold, The Sociology of Art. Transled by Kenneth J.Northcott. Chicago and London: The University of Chicago Press. 1974.
Langer, K.Suzanne, “Problematika Seni”. Terjemahan fx. Widaryanto.STSI Bandung, Sunan Ambu Press. 2006.
Murtana, I Nyoman, Seni & Politik. Surakarta: ISI Press. 2010
Ratna, Nyoman Kutha, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Denpasar: Pustaka Pelajar. 2010.
Slamet MD, Barongan Blora, Menari di atas Politik dan Terpaan Zaman. Surakarta: Citra Sains. 2012.
Supanggah, Rahayu, “Musik Bambu Banyumasan”, Laporan Penelitian untuk The Ford Foundation. Jakarta. 1981.
_________________, Bothekan Karawitan I. Jakarta. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Dan Bothekan Karawitan II Garap. 2002. ISI Press Surakarta. 2002.
Suparno, T. Slamet, Seni Sebagai Produk Masyarakat Ataukah Masyarakat Sebagai Produk Seni, Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi Seni. Surakarta: ISI Press Solo. 2008.
_________________, Pakeliran Wayang Purwa, dari Ritus sampai Pasar. Surakarta: ISI Press Solo. 2009.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Authors who publish in Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License (CC BY-SA 4.0) that allows others to share (copy and redistribute the material in any medium or format) and adapt (remix, transform, and build upon the material) the work for any purpose, even commercially with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License







