Manifestations of beliefs in mystical (“tuah”) plants within the repertoires and practice of Javanese karawitan

Main Article Content

Tejo Bagus Sunaryo
Lasiyo Lasiyo
Heri Santoso

Abstract

Javanese culture maintains a profound relationship with mysticism, including beliefs in plants considered to possess tuah (spiritual potency). Javanese karawitan, as a cultural expression, also contains symbolic layers shaped by these mystical worldviews. This study examines how such beliefs manifest in the titles, symbolic atmospheres, and performative behaviors associated with selected gendhings that reference or imply spiritually potent plants. Using a qualitative descriptive method and a phenomenological approach grounded in Javanese cultural mysticism, the research integrates musical-text analysis, cosmological symbol interpretation, and interviews with practitioners to clarify how each method contributes to the findings. Textual analysis identifies plant-related symbolic markers; phenomenological interpretation reveals how performers internalize these symbols; interviews explain the cultural logic linking plant potency with specific performative behaviors. The findings show that beliefs in spiritually potent plants function not merely as a cosmological background but as active determinants of performative intention, aesthetic atmosphere, and interpretive meaning within the examined repertoire. This study offers a new contribution by demonstrating that the concept of tuah operates as a metaphysical structure influencing both musical creation and performance. Unlike previous studies, it identifies a direct relationship between sacred-plant symbolism and its concrete manifestation in Javanese karawitan.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

Section
Articles

References

[1] T. A. Haryati, “Kosmologi Jawa Sebagai Landasan Filosofis Etika Lingkungan,” Religia, vol. 20, no. 2, pp. 174–189, 2017, [Online]. Available: http://e-journal.iainpekalongan.ac.id

[2] P. Widhianningrum, “Kosmologi Borobudur: Menggali Kebijaksanaan Tata Kelola Bisnis Masyarakat Jawa Kuno Borobudur Cosmology: To Explore Business Governance Wisdom in Ancient Java Society,” Borobudur , vol. XVI, no. 2, pp. 115–130, 2022.

[3] R. P. Suyono, Capt., Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta: LKIS, 2007.

[4] S. Nurlaili M and A. Hikmawati, “Motif Batik Tradisional Surakarta Tinjauan Makna Filosofis dan Nilai-nilai Islam,” Al-Ulum, vol. 18, no. 2, pp. 365–385, 2018, doi: https://doi.org/10.30603/au.v18i2.499.

[5] B. Vebrianto, B. Sulanjari, and Sunarya, “Makna dan Fungsi Penamaan Dhapur Keris yang Mengandung Nama Tokoh dan Pusaka Wayang Purwa,” Jisabda, vol. 3, no. no 1, pp. 11–21, 2021.

[6] I. Tjahyadi, S. Andayani, and H. Wafa, Pengantar Teori dan Metode Penelitian Budaya. 2020.

[7] B. Briando, M. A. Embi, I. Triyuwono, and G. Irianto, “Tuah Sebagai Sarana Pengembangan Etika Pengelola Keuangan Negara,” J. Akunt. Multi Paradig., vol. 11, no. 2, pp. 227–245, 2020, doi: 10.21776/ub.jamal.2020.11.2.14.

[8] I. M. A. Brahman, “Korelasi Ajaran Cadu Sakti dan Catur Yoga,” Vidya Samhita, vol. III, no. 2, pp. 9–25, 2017.

[9] A. Kurniawan, “Ini Pengertian Keramat Menurut Ibnu Athaillah,” NU Online. [Online]. Available: https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/ini-pengertian-keramat-menurut-ibnu-athaillah-MhgMU

[10] N. Kolis, “Sangkan Paraning Dumadi Eksplorasi Sufistik Konsep Mengenal Diri dalam Pustaka Islam Jawa,” Dialogia J. Stud. Islam dan Sos., vol. 17 no.1, pp. 1–20, 2017.

[11] S. Endraswara, Agama Jawa, Ajaran, Amalan, dan Asal-usul Kejawen, Third. Yogyakarta: Penerbit Narasi - Lembu Jawa, 2015.

[12] A. H. Triyogo, Benda-benda Bertuah Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Narasi, 2005.

[13] S. S. Nur Fahima, A. Hayati, and H. Zayadi, “Ethnobotanical Study of Tamarind (Tamarindus indica L.) in Lebakrejo Village, Purwodadi District, Pasuruan Regency,” Berk. Ilm. Biol., vol. 13, no. 1, pp. 24–33, 2022, doi: 10.22146/bib.v13i1.4073.

[14] Fitria, A. Hayati, and H. Zayadi, “Etnobotani Delima (Punica granatum L) di Desa Gulbung Kecamatan Pangarengan Kabupaten Sampang Madura,” Iosaintropis, vol. 3 No.3, no. Lingkungan Hidup dan Konsep di Masyarakat Manusia, 2018.

[15] A. M. Orchita Putri, I. Yunitasari, M. L. Laasiliyah, R. N. Sari, and A. Z. Kamalia, “Kajian Etnobotani Tradisi Temu Manten pada Pernikahan Adat Masyarakat Jawa di Daerah Dungus Madiun,” in Proceeding of Integrative Science Education Seminar, Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2022, pp. 157–166.

[16] Y. Happynes Teffu, R. Suwandi, and N. Nurjanah, “Komponen Kimia dan Bioaktif Akar Bahar Gorgonian (Genus Rumphella dan Hicksonella) dari Pulau Raijua-Nusa Tenggara Timur,” J. Pengolah. Has. Perikan. Indones., vol. 18, no. 1, pp. 83–97, 2015, doi: 10.17844/jphpi.2015.18.1.83.

[17] R. Maghfirah, Ismawan, and C. Zuriana, “Kerajinan Akar Bahar Di Desa Pulau Balai Kecamatan Pulau Banyak,” J. Ilm. Mhs. Progr. Stud. Pendidik. Seni Drama, Tari dan Musik Fak. Kegur. dan Ilmu Pendidik. Univ. Syiah Kuala, vol. V, no. 2, pp. 94–105, 2020.

[18] B. Suharyono, “Wreksa Warangka Studi Tentang Kayu Sebagai Bahan Sarungan Warangka Keris di Surakarta,” J. Seni Rupa ISI Surakarta, vol. Vol.5 No.1, pp. 22–33, 2008.

[19] F. . S. Cokrohamijoyo, A. Rohkyatmo, E. Sunaryo, Sutandyo, and Sunarto, “Kumpulan Beberapa Gendhing Karawitan Jawa,” vol. 1. Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, pp. 1–328, 1986.

[20] R. Supanggah, Bothekan Karawitan I, Pertama. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI), 2002.

[21] Fia and T. Editor, “Tanaman Sri Rejeki Menurut Feng Shui, Pembawa Kelimpahan dan Kemakmuran,” Kumparan. [Online]. Available: https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/tanaman-sri-rejeki-menurut-feng-shui-pembawa-kelimpahan-dan-kemakmuran-25BIUxzEzvy/full

[22] Sumunar, Ratna, Siwi, Estiasih, and Teti, “Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif : Kajian Pustaka,” J. Pangan dan Agroindustri Vol., vol. 3, no. 1, pp. 108–112, 2015.

[23] C. E. Putri and A. Rofiq, “Analisis Makna Pada Bait-bait Gending Seblang Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi (Kajian Semiotika Riffatere),” Tarbiyatuna, vol. 3, no. 1, pp. 97–116, 2022.

[24] I. Sayekti, “Lunggadhung: Deskripsi Tugas Akhir Karya Seni,” Institut Seni Indonesia Surakarta, 2016.

[25] Guntur, “Makna Simbolik Motif Hias Alas-Alasan Dalam Ritual ‘Tingalan Jumenengan’ Dan Perkawinan Di Keraton Surakarta,” Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2009.

[26] M. K. Rohman and A. Kurniawan, “Mitos Tanaman Andong Merah sebagai Penolak Bala, Begini Penjelasannya,” Merdeka.com. [Online]. Available: https://www.merdeka.com/jabar/mitos-tanaman-andong-merah-sebagai-penolak-bala-begini-penjelasannya-90020-mvk.html?page=2

[27] K. M. S. Susilamadya, “Gendhing-gendhing Sekaten Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.” Manuskrip Pribadi, Yogyakarta, 2012.

[28] I. . P. Sunjata, Tashadi, and S. R. Astuti, Makna Simbolik Tumbuh-tumbuhan dan Bangunan Kraton Suatu Kajian Terhadap Serat Salokapatra, First. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995.

[29] A. K. Sintya, A. Hendriyanto, and Z. K. Mabruri, “Makna Simbolik Isi Sesajen Pada Ritual Suguh Sesaji dalam Kesenian Jaranan Pegon Kyai Menggung di Desa Mangunharjo, Kecamatan Arjosari,” repository.stkippacitan, pp. 1–10, 2025, doi: https://repository.stkippacitan.ac.id/.

[30] R. N. Pradjapangrawit, Wedhapradangga, First. Surakarta: STSI Surakarta & The Ford Foundation Jakarta, 1990.