BEKSAN LAWUNG AGENG PADA UPACARA PERNIKAHAN AGUNG KRATON YOGYAKARTA
Main Article Content
Abstract
Beksan Lawung Ageng Kraton Yogyakarta tidak hanya kinerja, tetapi juga bimbingan. Ini bimbingan baik untuk para pemain dan audiances. Mereka bisa dilihat dari gerakan heroik. Mereka juga dapat dilihat dari perubahan
koreografi yang menceritakan tentang perjalanan hidup manusia dengan masalah. Di masa lalu, Beksan Lawung Ageng adalah media pembangunan karakter satria tama melalui disiplin latihan spiritual dan fisik yang para
penari harus memiliki. Tulisan ini mencoba untuk mengeksplorasi dan memperkenalkan nilai-nilai luhur yang terakumulasi dalam nilai-nilai etika dan estetika tari keraton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara berpikir,
situasi sosial, politik, ekonomi, dan perubahan budaya mempengaruhi kreativitas dan fungsi tarian ini. Namun, bimbingan kehidupan orang Jawa masih prioritas dalam perubahan nilai-nilai tari dan fungsi, perubahan dari
istana ritual danceto kesuburan ritual perkawinan anak sultan yang akhirnya dianggap sebagai kinerja yang unik dan artistik. Dari diskusi para pemain dan analis budaya makna, kesinambungan dan perubahan kinerja
istana tari estetik adalah representasi disimbolkan yang harus dipahami dan preservedthat harus menjadi wakil untuk memperkuat karakter bangsa dan iman mulai dari kehidupan pernikahan .
Kata kunci: tari Lawung Ageng, simbol, bentuk, fungsi, dan perubahan.
The dance Lawung Ageng Kraton Yogyakarta is not only a performance but also as guidance. It is a good guidance for dancers and audiences. It can be seen from the heroic movements and the change of choreography that tells about human life and its problems. In the past, the dance Lawung Ageng represents a
media of character building for the major knight through the disciplined spiritual and physical exercises that the dancers should have. The article tries to explore and introduce noble values accumulated in aesthetic
values and the aesthetics of palace dance. The research finding shows that the mindset, the social, politic, and economic situation, and the cultural change influence the dance creativities and function. But, the guidance to Javanese life still become a priority in the change of dance values and function, the change of palace ritual dance to thefertility of ritual wedding for the Sultan’s son supposed to be a unique and artistic work. The discussion of dancers, the cultural analysis of meaning, the continuity and the change ofthe palace
performance of aesthetic dance represent a symbolized representation that must be understood and preserved to reinforce the nation characteristic and confidence starting from the wedding life.
Keywords: dance Lawung Ageng, symbol, form, function, change.
Downloads
Article Details
Copyright
Authors who publish with Gelar: Jurnal Seni Budaya agrees to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License (CC BY-SA 4.0) that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work.
References
Brongtodiningrat, KRT. 1978. Arti Kraton Yogyakarta.
Yogyakarta: Mosium Kraton Yogyakarta.
Condronegoro. 2010. Mari.Memahami Busana Adat
Kraton Yogyakarta: Warisan Penuh Makna.
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Dillistone, F.W. 2002.The Power of Symbols.
Yogyakarta: Kanisius.
Lindsay, Jennifer. 1991. Klasik, Kitsch, Kontemporer:
Sebuah Studi TentangSeni Pertunjukan
Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pramutomo, RM. 2010. Tari, Seremoni, dan Politik
Kolonial II Surakarta: ISI Press Solo.
______________2007. Etnokoreologi Nusantara.
Surakarta: ISI Press (Institut Seni Indonesia) Surakarta.
Pranatan Lampah-lampah Kersa Dalem Ngarsa Dalem
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Badhe
Malakramakaken Putra Dalem Putri GKR.
Purbodiningrat (Kraton Ngayogyakarta, 9
Mei 2008).
Pranatan Lampah-lampah Kersa Dalem Ngarsa Dalem
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng
Sultan Ngayogya-karta Hadiningrat
Kagungan Kersa Mantu Putra Putri Dalem
Gusti Kanjeng Ratu Bendara Kadaupake
Kalayan KPH. Yudanegara, SE., Msi
(Ngayogyakarta: Cepuri Karaton
Ngayogyakarta 18 Oktober 2011.
Programa Beksan Trunajaya di Kraton Yogyakarta
(Yogyakarta: KHP. W i dyabudaya),
untukmemperingati empat puluh tahun
jumenengan YM. Ratu Wilhelmina, tanggal
September 1938.
Tata Laksana Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem
Ingkang sinuwun Kanjeng Sultan
Ngayogyakarta Hadiningrat Berkenan
Menikahkan Putra Putri Dalem Gusti
Kanjeng Ratu Hayu dengan KPH.
Notonegoro (Ngayogyakarta: Cepuri
Karaton Ngayogyakarta 22 Oktober 2013).
Raffles,ThomasStamford. 2008. The History of
Java.Terj. H.Simanjuntak Yogyakarta:
Penerbit Narasi.
Soedarsono, RM. 1990. Wayang Wong: The State
Ritual Dance Drama in The Court of
Yogyakarta.Yogyakarta: Gadjah Mada
UniversityPress.
Suryobrongto, G.B.P.H. 1982. Mengenal Tari Klasik
Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Yayasan
Siswa Among Beksa Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Wahyukismoyo,H.Heru. 2008. Merajut Kembali
Pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX:
Sebuah Kumpulan Pemikiran dan Polemik
Status Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta Yogyakarta: Dharma
karyadhika Publiser.