Dimensi Estetis Tari Bedhaya Senapaten
Main Article Content
Abstract
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul Dimensi Estetis Tari Bedhaya Senapaten ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk Tari Bedhaya Senapaten dan untuk mengetahui nilai estetis elemen-elemen yang membentuk Tari Bedhaya Senapaten.Tari ini mengungkapkan nilai Nebu-sauyun yang merupakan semangat kejuangan R.M. Sahid atau Pangeran Sambernyawa dengan laskarnya. Selama kurun waktu 16 tahun (1740-1756) semangat perjuangan nebu-sauyun mampu menjadi perekat yang sangat kuat terhadap berbagai unsur masyarakat untuk bersama-sama memerangi kedholiman yang terjadi di negeri ini.Abstraksi nilai-nilai wigati tersebut dituangkan ke dalam karya tari bergenre bedhaya dengan judul Bedhaya Senapaten. Bentuk tari ini memiliki dimensi estetis pada elemen-elemennya. Parker mengatakan bahwa karya seni harus merupakan kesatuan organis dari berbagai elemen-elemen pembentuknya. Indikatornya adalah The Principle of Theme, The Principle of Thematic Variation, The Principle of Balance, The Principle of Evolution, dan The Principle of Hierarchi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tari ini merupakan kesatuan organis yang memiliki indikator estetis pada elemen-elemen pembentuk tari yaitu vokabuler gerak dan pola lantai, rias, busana, properti, musik tari, dan tempat pertunjukannya.
Kata kunci: nebu-sauyun, Bedhaya Senapaten, dimensi estetis.
ABSTRACT
The research entitled The Aesthetic Dimensions of the Bedhaya Senapaten Dance aims to describe the form of the Bedhaya Senapaten Dance and to find out the aesthetic value of the elements that make up the Bedhaya Senapaten Dance. This dance reveals the value of Nebu-sauyun (literally a handful of sugarcane stems); the spirit of the struggle of R.M. Sahid or Prince Sambernyawa with his army against the Duth occupation. In 16 years (1740-1756), the spirit of the Nebu-Sauyun was able to become a powerful glue to various elements of society to jointly fight the cruelty that occurred in this country. The abstraction of the wigati (meaningful) values is poured into the Bedhaya genre dance work entitled Bedhaya Senapaten. This dance form has an aesthetic dimension to its elements. Parker said that the work of art must be an organic unity of the various constituent elements. The indicators are The Principle of Theme, The Principle of Thematic Variation, The Principle of Balance, The Principle of Evolution, and The Principle of Hierarchy. The results showed that the dance is an organic unit with aesthetic indicators. The elements that formed the dance are namely the motion vocabulary and floor patterns, make-up, clothing, property, dance music, and the venue.
Keyword: nebu-sauyun, Bedhaya Senapaten, aesthetic dimensions.
Downloads
Article Details
Copyright
Authors who publish with Gelar: Jurnal Seni Budaya agrees to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License (CC BY-SA 4.0) that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work.
References
KEPUSTAKAAN
Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Brakel, Clara-Papenhuyzen. 1995. Classical Javanese Dance. Leiden: KITLV
Djajadiningrat, Madelon-Nieuwenhuis. 1993. Noto Soeroto: Gagasannya dan Iklim Intelektual pada Akhir Zaman Penjajahan. Alih bahasa: KRT. M. Hoesodo Pringgokoesoemo. Surakarta: Perpustakaan Rekso Pustoko
Fananie, Zainuddin. 1980. Restrukturisasi Budaya Jawa, Perspektif KGPAA MN I. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Gitosarjono, Sukamdani. 1993. Babad KGPAA Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa). Surakarta:Yayasan Mangadeg
Guntur. 2016. Metode Penelitian Artistik. Ed. Asmoro Hadi Panindias. Surakarta: ISI Press.
Haq, Muhammad Zaairul. 2012. Mangkunegara I Kisah Kepahlawanan dan Filosofi Perjuangan Pangeran Samber Nyawa. Kasihan Bantul: Kreasi Wacana.
Haryanti, Sulistyo. 2010, “Tari Bedhaya Ketawang: Refleksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Dimensi Kekuasaan Raja Kasunanan Surakarta”. Jurnal Greget Volume 9. No 1 Juli 2010. Surakarta: ISI Press
Kartika, Dharsono Sony. 2016. Kreasi Artistik Perjumpaan Tradisi Moderen dalam Paradigma Kekaryaan Seni. Karanganyar: Citra Sain.
Kumar, Ann. 1980. Prajurit Perempuan Jawa, Kesaksian Ihwal Istana dan Politik Jawa Akhir Abad Ke-18. Jakarta: Komunitas Bambu.
Moleong, Lexi J., 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mulder. 1984. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: Gramedia.
Muljono, Iwan, 2017. “Serat Wedhatama: Wirya, Arta, Winasis. http://iwanmuljono.blogspot.com/search/label/Wedhatama.
Pannyavaro, Sri. 2017. Melihat Kehidupan ke Dalam. Medan: Vihara Mahasampatti.
Prabowo, Wahyu Santoso. 1990. “Bedhaya Anglirmendhung Monumen Perjuangan Mangkunagara I, 1757—1988” Tesis S-2 Program Studi Sejarah Jurusan Ilmu-ilmu Humaniora Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pringgokusumo, KRT. M. Hoesodo. 1993. Noto Soeroto: Gagasannya dan Iklim Intelektual pada Akhir Zaman Penjajahan. NY, USA, Cornell University Southeast Asia Program.
Rokhim, Nur. 2012. “Rekonstruksi Tari Bedhaya Dirada Meta di Mangkunagaran”. Jurnal Dewaruci, Volume 8, No. 1 ISI Surakarta. Surakarta: ISI Press
----------------. 2015. “Makna Tujuh dalam Tari Bedhaya Dirada Meta”. Jurnal Greget, Volume 14, No. 2, ISI Surakarta. Surakarta: ISI Press.
Santoso, Iwan. 2011. Legiun Mangkunegaran (1808-1942), Tentara Jawa Perancis Warisan Napoleon Bonaparte. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Stange, Paul. 1998. Politik Perhatian Rasa dalam Kebudayaan Jawa. Terjemah Tim LKIS. Yogyakarta: LKIS.
Sugiharto, Bambang dkk. Untuk Apa Seni?. Ed. Bambang Sugiharto. Bandung: Matahari.
Sumardjo, Jakob. 2014. Estetika Paradoks. Bandung: Kelir.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto (editor). 2005. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Tanoyo, R. 2000. Weddhatama Jinarwa. Sala: Pelajar
The Liang Gie, 1978. Dari Administrasi ke Filsafat. Yogyakarta: Karya Kencana
Warsadiningrat, R.T. 1943. Wedhapradangga. Transliterasi 1972. Surakarta: Konservatori Karawitan Indonesia Surakarta.
Widaryanto, Fransiscus Xaverius. 2015. “Ekokritikisme Sardono W. Kusumo: Gagasan, Proses Kreatif, dan Teks-teks Ciptaannya” Ringkasan Desertasi
Widyastutieningrum, Sri Rochana. 2018. Suyati Tarwo Sumosutargio Maestro Tari Gaya Mangkunegaran. Surakarta: ISI Press
Zoetmulder. 1983. Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Jambatan.