SUKON WULON DALAM TEMBANG MACAPAT: STUDI KASUS TEMBANG ASMARANDANA

Authors

  • S., Suyoto Dosen Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta

DOI:

https://doi.org/10.33153/keteg.v16i1.1771

Abstract

Tembang Jawa, baik tembang gedhé, tembang tengahan, maupun tembang macapat, masing-masing memilikiaturan sendiri-sendiri, baik lagu maupun teks. Bahasa tembang, dalam budaya Jawa disebut ‘basapinathok’, artinya bahasanya sudah ditentukan formatnya, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa tembang,seperti: gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Tembang Jawa telah mengalami perubahan yang cukupsignifikan, baik aturan guru gatra, guru lagu maupun guru wilangan, termasuk peng-golongan tembang.Girisa duhulu digolongkan tembang gedhé, sekarang digolongkan tembang tengahan. Gambuh dan Megatruhdahulu digolongkan tembang tengahan, sekarang digolongkan menjadi tembang macapat. Jumlah gatradalam tembang tengahan Balabak yang dahulu terdiri dari 4 gatra, sekarang menjadi 6 gatra. Perubahanguru lagu tembang Mijil pada gatra ke dua, dahulu jatuh é, sekarang o. Tembang Macapat Asmarandana,tepatnya di gatra ke tiga jatuhnya guru lagu bisa ‘è’ bisa ‘o’. Perlu ketahui bahwa diantara tanda atausimbol bunyi vokal dalam aksara Jawa, ada salah satu simbol bunyi yang terdiri dari dua tanda menyadisatu rangkaian, yaitu taling ( ) dan tarung ( ). Tarung tidak bisa berdiri sendiri, artinya tarung tanpataling tidak akan bisa berbunyi ‘o‘. Ketika menghendaki bunyi ‘o’ tidak bisa secara mandirimenggunakan tarung saja, maka taling tarung merupakan rangkaian tanda yang tidak dapat dipisahkanketika menghendaki bunyi ‘o’, dan tanda taling sangat berpengaruh besar terbentuknya bunyi ‘o’.Satu-satunya sandhangan yang terdiri dari dua tanda menjadi satu rangkaian hanya taling dan tarung.Oleh karena itu sangat logis bahwa vokal ‘o’ dapat digantikan dengan vokal ‘é’. Hal ini tidak menutupkemungkinan berlaku untuk tembang lain yang memiliki permasalahan yang sama. Perkembanganselanjutnya Asmarandana digunakan untuk båwå, yaitu: Båwå Langgam Sri Uning, Cengkir wungu, Babonangrem, Jaka lola dan lain sebagainya. Asmarandana menjadi gending, yaitu: ladrang Asmarandana larassléndro pathet manyura. Asmarandana juga digunakan untuk ada-ada sléndro nem dalam wayang klithik,untuk palaran, untuk cakepan sindhènan gendhing sekar, untuk cakepan géronganKata kunci: tembang, sukon wulon, dan cakepan.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2016-11-22

Issue

Section

Articles